Implementasi UU Cipta Kerja Diharapkan Beri Kemudahan Berusaha
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi saat menerima kunjungan Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, di Ruang Rapat Baleg, Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (10/11/2020). Foto : Jaka/Man
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi menjelaskan, bahwa semangat dari Omnibus Law Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja akan memberikan kemudahan bagi siapa saja yang ingin membuka usaha. Tak hanya itu, dia juga mengungkapkan bahwa dalam UU Cipta Kerja juga mengatur tentang pemanfaatan hutan sosial bagi masyarakat, sehingga masyarakat lokal mendapat keuntungan lebih.
Pernyataan ini disampaikan politisi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) ini saat menerima kunjungan Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, di Ruang Rapat Baleg, Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (10/11/2020). Delegasi DPRD Banyuwangi menyampaikan masalah pertambangan yang tanpa mengantongi izin.
"Dalam Undang-Undang Cipta Kerja sudah diatur salah satunya mengenai masalah itu. Meskipun secara umum kaitanya dengan Undang-Undang Minerba, tapi paling tidak semangat dari Undang-Undang cipta kerja ingin memudahkan pihak-pihak yang ingin mengajukan perizin berusaha," ungkap Baidowi di hadapan perwakilan Anggota DPRD Banyuwangi.
Awiek, sapaan akrabnya itu pun mencontohkan terkait perhutanan sosial yang di Banyuwangi masih menjadi masalah klasik. Dia menjelaskan terkait dengan warga yang memiliki hunian di dalam hutan, yang selama ini tidak jelas statusnya, dan tidak memiliki legalitas atas tanahnya. Sehingga menjadi polemik antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), dalam UU tersebut akan diatur secara jelas.
"Ini lahannya siapa, siapa yang mengeluarkan sertifikat, di Undang-Undang Cipta Kerja antara BPN dengan Kementerian Kehutanan duduk bareng bisa menyelesaikan masalah ini. Bahwa keterlanjuran yang sudah tinggal di hutan itu bisa mendapatkan legalitas melalui skema perhutanan sosial, dan yang sudah ditinggali itu bisa mendapat sertifikat," jelas Anggota Komisi VI DPR RI itu.
Sehingga pemanfaatan hutan bagi masyarakat di lingkungan hutan yang selama ini diancam pidana itu dikecualikan bagi masyarakat yang tinggal di kawasan hutan. "Mudah-mudahan pelaksanaan teknis di lapangan sesuai dengan yang kita harapkan, yang kita susun dalam Undang-Undang Cipta Kerja," ujar Awiek.
Tak hanya itu, DPRD Banyuwangi juga menyampaikan persoalan kewenangan terkait harmonisasi ketentuan perundang-undangan di bawah UU. Jika di UU Nomor 15 Tahun 2019, bahwa harmonisasi dilakukan oleh kementerian yang membidangan tentang perundang-undangan, tetapi di UU Pemerintah Daerah, DPRD menginduknya kepada Mendagri. Sementara itu antara Mendagri dengan Menkumham masih belum satu kata, bagaimana mengevaluasi perda-perda yang ada.
"Namun kita carikan solusi di Undang-Undang Cipta Kerja, kita atur lebih detail lagi, bahwa harmonisasi itu ada di Kementerian Hukum dan HAM. Sinergisitas di masing-masing lembaga di Indonesia masih menjadi persoalan, dan mudah-mudahan ini bisa diselesaikan dengan baik," papar Awiek menutup pernyataannya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Banyuwangi Ruliono mengapresiasi atas disahkannya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dia berharap agar dalam implementasinya masyarakat di daerah khususnya Banyuwangi mendapatkan manfaat. "Saya kira Undang-Undang Cipta Kerja luar biasa, saya punya keyakinan dengan Undang-Undang Cipta Kerja dan berikut salinannya akan membantu masyarakat seluruh Indonesia termasuk Banyuwangi," ungkap Ruli. (eko/sf)